Saturday, July 30, 2016

Sedikit Cerita Tentang Pilihan Hidup

Hidup adalah pilihan. Dalam setiap pilihan yang kita ambil akan selalu ada yang didapat pun dikorbankan. Saya merupakan seseorang yang memiliki kesulitan dalam menentukan pilihan. Ketakutan akan salah mengambil langkah, ketakutan akan apa yang terjadi di masa depan. Saya membutuhkan pendapat orang lain. Keputusan saya sangat bergantung dari orang-orang sekitar saya.

Belum lama ini saya merasa jenuh dengan hidup saya. Aktivitas harian yang itu-itu saja. Lingkungan kerja yang begitu-begitu saja. Lingkup pertemanan yang semakin sempit, mengingat teman-teman seusia saya sedang sibuk dengan keluarga kecil yang sedang mereka bangun. Dan saya benar-benar merasa sendiri, Atas dasar itu saya mulai mencari pekerjaan baru yang mungkin bisa mengubah hidup monoton saya. Memberi lingkungan baru, teman-teman baru, tanggung jawab baru yang saya harap semuanya bisa lebih membuat saya lebih merasa "hidup".

Hingga pada satu hari seorang teman mengajak untuk melamar pada salah satu perusahaan BUMN. Singkat cerita setelah melalui tes yang cukup panjang saya akhirnya diterima dan satu langkah lagi saya resmi menjadi (calon) karyawan (karena ada program diklat terlebih dahulu) pada perusahaan tersebut. Pada hari tanda tangan kontrak saya hadir dan mendengarkan penjelasan kontrak perusahaan tersebut. Saya memang banyak menanyakan hal ini dan itu, karena apabila sudah menandatangani kontrak, ada beberapa rules yang menyusahkan kita untuk resign. Dan apabila sudah diangkat menjadi karyawan, maka kita harus bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia.

Hal inilah yang terus menjadi perdebatan antara saya dan keluarga, terutama Ibu. Ibu sangat keberatan apabila saya ditempatkan di daerah yang jauh dan belum saya kenal. Sementara saya sangat ingin mendapat pengalaman baru di kota orang. Maklum lah, selama ini saya belum pernah merasakan hidup mandiri di kota orang. Selama ini saya seperti merpati dalam sangkar (halah!). Ketakutan pasti ada, tapi rasa penasaran dan rasa tertantang jauh lebih besar. Saya kekeuh ingin mengambil kesempatan ini. Saya tandatangani lah kontrak tersebut. Namun, harus ada surat penjamin dari keluarga agar kami tidak mengundurkan diri dan pihak keluarga bersedia membayar sejumlah denda - yang bagi saya cukup besar - jika kami melakukan hal tersebut.

Maka saya pulang dan menunjukkan surat tersebut. Di rumah, keluarga berkumpul dan menentang keputusan saya untuk mengambil pekerjaan tersebut. Saya sedih, sangat sedih. Melihat bagaimana peserta lain mendapat dukungan penuh dari orang tua mereka. Bahkan beberapa bercerita bahwa orang tua mereka lebih excited dibanding mereka sendiri. Saya justru mendapat penentangan dari keluarga. Pikiran negatif orang tua saya menghalangi mimpi-mimpi saya. Ketakutan orang tua saya akan saya yang tidak bisa bertahan hidup di kota orang menjadi penghambat saya untuk berkembang.

Dan begitulah, akhirnya saya melepaskan kesempatan besar tersebut. Banyak penyesalan dari berbagai pihak, terutama teman-teman atas langkah yang saya ambil. Tapi, mau bagaimana lagi, saya tidak mungkin terus melangkah tanpa adanya dukungan orang tua. Saya jelas sangat menyayangkan sikap ibu saya. Orang tua seharusnya memberi kepercayaan penuh terhadap anaknya, apalagi langkah yang ingin saya ambil ini bukan lah sesuatu yang negatif. Ya sudahlah, biarlah ini menjadi pengalaman berarti bagi saya. Sebagai pengingat saya ketika kelak saya menjadi orang tua, agar dapat memberi kebebasan kepada anak-anak saya untuk memilih masa depannya.

Sekian :')


No comments:

Post a Comment

Leave your comment..